Kementerian Luar Negeri Belanda, Rabu (23/11/2011), melaporkan, Negara Belanda bersedia memenuhi tuntutan keluarga korban peristiwa pertumpahan darah di Rawagede tahun 1947. Kemungkinan tersebut akan dibicarakan dengan pembela keluarga korban. Demikian menurut berita Radio Nederland pada hari yang sama.
Pertengahan September lalu, Pengadilan Den Haag memvonis Negara Belanda bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh keluarga korban pembantaian di Rawagede, Jawa Barat. Untuk itu, Belanda harus membayar ganti rugi kepada tujuh janda korban.
"Belanda memperlihatkan rasa kemanusiaannya dengan kesediaan mereka memenuhi tuntutan korban kejahatan perang di Rawagede tahun 1947," kata pengacara Liesbeth Zegveld, pembela keluarga korban Rawagede, seperti dikutip kantor berita Belanda, ANP.
"Tidak hanya sebagai pengacara, sebagai orang Belanda pun saya juga gembira. Itu sesuatu yang baik. Para keluarga korban kini dapat menutup sejarah itu," kata Zegveld, Rabu. "Negara Belanda tidak harus naik banding, dengan alasan kemanusiaan."
Zegveld mewakili delapan keluarga korban dan seorang yang selamat. Ia mengatakan, para keluarga korban menyambut positif keputusan Negara Belanda memenuhi tuntutan tersebut. "Mereka terbuka untuk penyelesaian."
Zegveld berharap Belanda akan memenuhi tuntutan, tanpa memperinci jumlahnya. "Belanda tahu, bagi keluarga korban, ini kesempatan yang baik untuk menutup kasus tersebut. Namun, mereka tak mau hanya diganti sedikit. Itu menyangkut pembinasaan sebuah desa. Keduanya tak bisa dipisahkan."
Zegveld mengatakan bahwa Negara Belanda masih memiliki kesempatan untuk naik banding sampai 14 Desember atas vonis yang diputuskan pada 14 September lalu di Pengadilan Den Haag. Belanda dituntut atas pembunuhan massal di Rawagede tahun 1947.
"Jika tak ada kata sepakat, maka Negara Belanda dapat naik banding. Jika itu yang terjadi, maka kami juga akan melakukan hal yang sama, kendati pada prinsipnya kami telah menang sebagian."
Dua minggu lagi, Zegveld akan ke Indonesia untuk berbicara dengan keluarga korban. Ia berkata, perundingan baru saja dimulai, jadi dia tak mengetahui apakah akhirnya akan berlangsung baik. "Kami punya kepentingan bersama," demikian Zegveld seperti dikutip ANP.
KUKB lega
Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) dengan lega menyambut kesediaan Negara Belanda. Menurut Ketua KUKB Jeffrey Pondaag, Belanda memang tidak bisa berbuat lain. "Saya sudah sedikit memperkirakannya," katanya kepada harian De Pers seperti dikutip Radio Nederland.
Pondaag juga berharap pemenuhan tuntutan akan datang tepat waktu karena keluarga korban sudah berusia lanjut. "Prioritas utama kami adalah keluarga korban yang terlalu lama menunggu. Makin cepat, makin bagus."
Dalam harian De Pers, Pondaag juga menyatakan senang dengan adanya perundingan ganti rugi. Ia berharap keluarga korban masih bisa menikmatinya, dan uang ganti rugi, setelah bertahun-tahun, diharapkan bisa memberi mereka lebih banyak kebahagiaan.
Ketua KUKB itu juga berharap, Negara Belanda setelah ini menyatakan permintaan maaf secara resmi.
Pertengahan September lalu, Pengadilan Den Haag memvonis Negara Belanda bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh keluarga korban pembantaian di Rawagede, Jawa Barat. Untuk itu, Belanda harus membayar ganti rugi kepada tujuh janda korban.
"Belanda memperlihatkan rasa kemanusiaannya dengan kesediaan mereka memenuhi tuntutan korban kejahatan perang di Rawagede tahun 1947," kata pengacara Liesbeth Zegveld, pembela keluarga korban Rawagede, seperti dikutip kantor berita Belanda, ANP.
"Tidak hanya sebagai pengacara, sebagai orang Belanda pun saya juga gembira. Itu sesuatu yang baik. Para keluarga korban kini dapat menutup sejarah itu," kata Zegveld, Rabu. "Negara Belanda tidak harus naik banding, dengan alasan kemanusiaan."
Zegveld mewakili delapan keluarga korban dan seorang yang selamat. Ia mengatakan, para keluarga korban menyambut positif keputusan Negara Belanda memenuhi tuntutan tersebut. "Mereka terbuka untuk penyelesaian."
Zegveld berharap Belanda akan memenuhi tuntutan, tanpa memperinci jumlahnya. "Belanda tahu, bagi keluarga korban, ini kesempatan yang baik untuk menutup kasus tersebut. Namun, mereka tak mau hanya diganti sedikit. Itu menyangkut pembinasaan sebuah desa. Keduanya tak bisa dipisahkan."
Zegveld mengatakan bahwa Negara Belanda masih memiliki kesempatan untuk naik banding sampai 14 Desember atas vonis yang diputuskan pada 14 September lalu di Pengadilan Den Haag. Belanda dituntut atas pembunuhan massal di Rawagede tahun 1947.
"Jika tak ada kata sepakat, maka Negara Belanda dapat naik banding. Jika itu yang terjadi, maka kami juga akan melakukan hal yang sama, kendati pada prinsipnya kami telah menang sebagian."
Dua minggu lagi, Zegveld akan ke Indonesia untuk berbicara dengan keluarga korban. Ia berkata, perundingan baru saja dimulai, jadi dia tak mengetahui apakah akhirnya akan berlangsung baik. "Kami punya kepentingan bersama," demikian Zegveld seperti dikutip ANP.
KUKB lega
Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) dengan lega menyambut kesediaan Negara Belanda. Menurut Ketua KUKB Jeffrey Pondaag, Belanda memang tidak bisa berbuat lain. "Saya sudah sedikit memperkirakannya," katanya kepada harian De Pers seperti dikutip Radio Nederland.
Pondaag juga berharap pemenuhan tuntutan akan datang tepat waktu karena keluarga korban sudah berusia lanjut. "Prioritas utama kami adalah keluarga korban yang terlalu lama menunggu. Makin cepat, makin bagus."
Dalam harian De Pers, Pondaag juga menyatakan senang dengan adanya perundingan ganti rugi. Ia berharap keluarga korban masih bisa menikmatinya, dan uang ganti rugi, setelah bertahun-tahun, diharapkan bisa memberi mereka lebih banyak kebahagiaan.
Ketua KUKB itu juga berharap, Negara Belanda setelah ini menyatakan permintaan maaf secara resmi.
0 komentar:
Posting Komentar